Tuesday 16 August 2016

Tari Caci Kesenian Tradisional Dari Manggarai, Flores, NTT

Tari Caci Manggarai, Nusa Tenggara Timur
Tari Caci Manggarai, Nusa Tenggara Timur

Tari Caci adalah kesenian tradisional sejenis tarian perang yang khas dari masyarakat Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara timur. Tarian ini merupakan tarian yang dimainkan oleh dua penari laki-laki yang menari dan saling bertarung dengan menggunakan cambuk dan perisai sebagai senjatanya. Tari Caci ini juga merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup terkenal di Pulau Flores, NTT. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti saat syukuran musim panen (hang woja), ritual tahun baru (penti), dan berbagai upacara adat lainnya.

Asal mula Tari Caci

Menurut sumber sejarah yang ada, Tari Caci ini berawal dari tradisi masyarakat Manggarai dimana para laki-laki saling bertarung satu lawan satu untuk menguji keberanian dan ketangkasan mereka dalam bertarung. Tarian ini kemudian berkembang menjadi sebuah kesenian dimana terdapat gerak tari, lagu dan musik pengiring untuk memeriahkan acara. Nama Tari Caci sendiri berasal dari kata “ca” berarti “satu” dan “ci” yang berarti “uji”. Sehingga caci dapat diartikan sebagai uji ketangkasan satu lawan satu.

Makna Dan Nilai-nilai Dalam Tari Caci

Sebagaimana fungsinya, tarian ini merupakan media bagi para laki-laki Manggarai dalam membuktikan kejantanan mereka, baik dalam segi keberanian maupun ketangkasan. Walaupun terkandung unsur kekerasan didalamnya, kesenian ini memiliki pesan damai di dalamnya seperti semangat sportivitas, saling menghormati, dan diselesaikan tanpa dendam diantara mereka. hal inilah yang menunjukan bahwa mereka memiliki semangat dan jiwa kepahlawanan di dalam diri mereka.

 Pertunjukan Tari Caci

Tari Caci ini dilakukan oleh sekelompok penari laki-laki dengan bersenjatakan cambuk dan perisai. Dalam pertunjukannya, sekelompok penari tersebut dibagi menjadi dua bagian dan dipertandingkan satu lawan satu. Sebelum penari dipertandingkan, pertunjukan terlebih dahulu diawali dengan Tari Tandak atau Tari Danding Manggarai. Tarian tersebut dilakukan oleh penari laki-laki dan perempuan sebagai pembuka acara dan meramaikan pertunjukan Tari Caci. Setalah tarian pembuka selesai kemudian dilanjutkan dengan atraksi Tari Caci.

Saat kedua penari akan memasuki arena, penari terlebih dahulu melakukan pemanasan dengan melakukan gerak tari. Kemudian mereka saling menantang sambil menyanyikan lagu-lagu adat, lalu pertandingan pun dimulai. Dalam atraksi ini juga terdapat beberapa aturan, pemain hanya boleh memukul pada tubuh bagian atas lawanya seperti bagian lengan, punggung, atau dada.

Selain itu penari harus bisa menangkis atau menghindar dari serangan lawan. Apabila tidak, maka dia akan terkena serangan lawan dan menyisakan luka ditubuhnya, bahkan hingga berdarah. Pemain bertahan akan dinyatakan kalah apabila terkena cambuk di matanya. Setelah semua penari sudah dimainkan, kemudian kedua kelompok dikumpulkan dan melakukan jabat tangan atau berangkulan sebagai tanda damai dan tidak ada dendam di antara mereka.

Pengiring Tari Caci

Dalam pertunjukan Tari Caci ini biasanya diiringi oleh alat musik tradisional seperti gendang dan gong, serta nyanyian nenggo atau dare dari para pendukung. Dalam pertunjukan tersebut setiap kelompok biasanya memiliki pendukung sendiri-sendiri. Seperti layaknya sebuah pertandingan olah raga, para pendukung juga bersorak-sorak memberikan dukungan dan semangat kepada para penari agar bisa menang.

Kostum Tari Caci

Dalam pertunjuakan Tari Caci ini, penari juga menggunakan kostum layaknya prajurit yang akan maju ke medan perang. kostum para penari biasanya hanya menggunakan penutup kepala (pangkal) dan pakaian pada bagian bawah saja, sehingga tubuh bagian atas tanpa busana. Pada penutup kepala penari menggunakan topeng yang terbuat dari kulit kerbau yang keras untuk melindungi wajah dari serangan lawan.

Sedangkan pada tubuh bagian bawah menggunakan celana panjang berwarna putih dan sarung songket khas Manggarai berwarna hitam. Sebagai aksesoris diberi giring-giring yang berbunyi mengikuti gerakan penari. Selain itu penari membawa cambuk dan perisai sebagai senjata, yang terbuat dari kulit kerbau/ sapi yang sudah dikeringkan.

Perkembangan Tari Caci

Tari Caci ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup terkenal dan masih dilestarikan oleh masyarakat Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Kesenian ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti syukuran musim panen(hang woja), ritual tahun baru (penti), penyambutan tamu besar, dan berbagai acara adat lainnya.

Sekian pengenalan tentang “Tari Caci Kesenian Tradisional Dari Manggarai, Flores, NTT”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di indonesia.


YUK CINTAI DAN LESTARIKAN KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA!

Sumber : http://www.negerikuindonesia.com/
                http://www.chibakuadsense.blogspot.com/

Tari Tradisional Indonesia - Reog Ponorogo

tari reog ponorogo jawa timur
tari reog ponorogo


LATAR BELAKANG

Kebudayaan adalah segala hal yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia, yang dihayati dan dimiliki bersama. Didalam kebudayaan terdapat kepercayaan kesenian dan adat istiadat. Kata kebudayaan memiliki kata dasar “budaya” yang berarti pikiran , akal budi, hasil.Menurut ilmu Antropologi yang disampaikan oleh Koentjaraningrat (1985).Kebudayaan adalah seluruh kemampuan manusia yang didasarkan pada pemikiran , tercemin pada perilaku dan pada benda –benda hasil karya mereka, yang diperoleh dengan cara belajar.Dengan demikian kebudaayaan merupakan ciptaan manusia. Di era globalisai ini semakin banyak masyarakat  yang menganggap kesenian khas daerah yang dalam hal ini adalah Reog Ponorogo hanya sebuah kesenian masa lalu yang dianggap kesenian memanggil setan dengan aura mistis. Dan dalam kenyataannya semakin banyak masyarakat yang melupakan warisan kebudayan daerah karena semakin majunya hiburan.Reog Ponoroga merupakan kesenian khas Ponorogo yang  pada akhirnya akan luntur apabila tidak ada peran pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dalam melestarikan kesenian tersebut dan bahkan warga negara lain yang notabene buka merupakan kesenian khas daerah meraka justru mau melestarikan peninggalan budaya masa lalu itu. Dan dampaknya muncul kontraversi kalau negara tetangga mulai mengakui kesenian khas daerah negara kita.

Pengertian Reog Ponorogo

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah Reog

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok (Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978-1979, Reog di Jawa Timur, Jakarta). Namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Tiongkok, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara KerajaanKediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.

Pementasan Reog

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiridari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanyadibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan mukadipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaikikuda. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaikikuda:

A.Tarian pembuka

Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-lakiyang berpakaian wanita.Tarian ini dinamakan tari jaran kepangatau jathilan,yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tarikuda lumping.Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yangmembawakan adegan lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan.

 B.Tari inti

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yangisinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungandengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar.Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusunrapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpinrombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemainyang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.

C.Tarian penutup

Adegan terakhir adalahsinga barong,dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burungmerak dan mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat sekitar 50 kilogram dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topengyang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, jugadipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan dantapa.Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung danterutama salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkanatmosfir mistis, unik, eksotis serta membangkitkan semangat. Satu groupReog biasanya terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlahkelompok reog berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran utama berada  pada tangan warok dan pembarongnya.

 4.Tokoh Dalam Pementasan Reog

Jathilan

Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda.

Warok

"Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik

Barongan

Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong

Klono Sewandono

Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut.

Bujang Ganong

Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak-anak.

KESIMPULAN

Reog Ponorogo adalah kesenian asli milik Indonesia, khususnya Ponorogo,Jawa Timur. Kesenian yang satu ini memang sedikit berbau mistik. Tidak jarang juga dalam sebuah pertunjukan reog ada pemain kesenian reog yang kesurupan. Namun, ada pawang yang telah bertugas menangani jika ada pemain yangkesurupan. Kesenian ini terdiri dari lima tokoh utama, yaitu Prabu KelonoSewandono, bujang ganong, jathilan, warok, dan barongan. Sayangnya, banyak remaja sekarang ini ada yang belum mengerti dan mengetahui akan kesenian reog ini . Sehingga diperlukan usaha untuk mengenalkan kesenian Reog Ponorogo kepada mereka. Melalui makalah ini penyusun berharap para pemuda yang tidak mengetahui akan kesenian reog ini, setelah membaca makalah ini menjadi lebih mengenal kesenian reog ini. Sehingga diharapkan timbul rasa bangga karena mempunyai kesenian reog sebagai salah satu kebudayaan Indonesia.

Semoga Artikel ini dapat Bermanfaat. Jangan Lupa Follow, like, share dan komen. Terimakasih atas partisipasinya.


Sumber : http://informatic29.blogspot.co.id/

TARI TARDISIONAL - TARI TOPENG CIREBON

Tari Topeng Cirebon
Tari Topeng Cirebon


LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki berjuta kebudayaan yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Mulai dari ujung barat (sabang) sampai ujung timur (merauke), Indonesia mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan negara lain dan mempunyai kekhasannya tersendiri pada setiap daerahnya.

Dalam perkembangan di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon memperoleh dan memiliki penampilan yang khas, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau Dinaan. Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian. Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai sosial yang mengandung pesan-pesan tersembunyi, karena unsur-unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang diartikan sangat menuju tentang aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Yang meliputi aspek kehidupan adalah seperti kepribadian, kebijaksanaa, kepemimpinan, cinta bahkan dapat menggambarkan perjalanan hisup manusia sejak dia dilahirkan hingga menginjak dewasa.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng dapat dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatlam secara positif. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam, Sultan Cirebon Syekh Syarif Hidayahtulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Songo yang bergelar Sunan Gunung Jadi, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakan Tari Topeng dan 6 jenis kesenian lainnya sebagai upaya penyebaran Agama Islam sebagai tontonan dilingkungan Kraton. Adapaun keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan, Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan. Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan (pengamen) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat setempat.

A.    Tari Topeng Cirebon

 Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa.
Melalui seniman jalanan (pengamen) seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam (zaman Wali Songo) , Syekh Syarif Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran Agama Islam yang juga sebagai tontonan dilingkungan keratin disamping 6 (enam) jenis kesenian lainnya seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.

Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.

Beberapa orang beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik, tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita, melainkan hanya sekedar pertunjukan seni semata.

B.     Jenis Tari Topeng Cirebon

Semua jenis topeng ini akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut juga Topeng Panca Wanda :

1. PANJI

PANJI “wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali di Losari, para dalang topeng Cirebon pada umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang secara kebetulan karakternya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan sepanjang yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya gaya yang tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada bagian pertama (babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di daerah lain. Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya benar-benar memerankan tokoh Panji.”

2. Semba

Samba (Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.

3. Rumyang

Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai dengan nama tarinya, rumyang atau kembang kapas.

Topeng Rumyang sewanda dengan topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari topeng tersebut. Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun sebagain daerah lagi menampilkannya pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut ditampilkan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan manusia, dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena pertunjukan topeng itu dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui bahwa, akhir pertunjukan wayang kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu rumyang. Karena itulah, mengapa topeng Rumyang itu diakhirkan.

4. Patih (Tumenggung)

Patih (Tumenggung), topeng ini menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan tarian pembuka pertunjukan dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan erat dengan struktur pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi. Untuk  itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di dalamnya. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih terdiri dari tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur  gerak tari, unsur tata rias dan busana, unsur  musik pengiring dan unsurpanggung pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur.

5. Kelana (Rahwana)

Kelana (Rahwana), topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong. Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng anak-anak.

C.    ALAT MUSIK PENGIRING

1. REBAB

REBAB adalah jenis alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau rubab).

Ukuran rebab biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan atau di lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak, Joza, yang memiliki empat senar.

2. GAMELAN

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

3. GENDER

Gender adalah alat musik pukul logam (metalofon) yang menjadi bagian dari perangkat gamelan Jawa dan Bali. Alat ini memiliki 10 sampai 14 bilah logam (kuningan) bernada yang digantungkan pada berkas, di atas resonator dari bambu atau seng, dan diketuk dengan pemukul berbetuk bundaran berbilah dari kayu (Bali) atau kayu berlapis kain (Jawa). Nadanya berbeda-beda, tergantung tangga nada yang dipakai. Pada gamelan Jawa yang lengkap terdapat tiga gender: slendro, pelog pathet nem dan lima, dan pelog pathet barang.

4. KECAPI SULING

Kecapi suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik, kecapi dan suling

5. GONG

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.

Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.

KESIMPULAN

Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan–pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Semoga kesenian ini tetap ada karena banyak hal yang bisa kita dapatkan dan pelajari dari tarian ini. kata Sujana Arja, salah seorang maestrotari topeng Cirebon dalam percakapan dengan Kompas belum lama ini. Hal itulah yang tetap dicoba oleh tarian topeng Cirebonan sebagai bentuk khas kesenian asli Cirebon. Hingga saat ini, kesenian itu jatuh bangun mempertahankan keasliannya. Ironisnya, beberapa aliran atau gaya turunan tari topeng Cirebon hampir punah, bahkan beberapa di antaranya sudah punah. Sebagian seniman dari aliran tari topeng Cirebon ada yang mencoba mempertahankannya. Sering kali mereka dianggap kuno. Bahkan, beberapa maestro yang masih eksis, hidupnya pun jauh dari layaknya seorang maestro seni.

Semoga Artikel ini dapat bermanfaat, jangan lupa follow, like, share dan koment artikel ini. Terimakasih.


Sumber : 1. http://maolanasaidi.blogspot.co.id
                2. chibakuadsense.blogspot.com

Wednesday 11 November 2015

Traditional Dance Karo North Sumatra


5 North Sumatra Traditional Dance Karo - Karo tribe is the tribe who inhabited the Highlands Karo, North Sumatra Province. Karo tribe is the largest tribes in North Sumatra, the name of karo even used as one of the names that Tanah Karo district. Karo tribe has its own language, the language Karo. In matters of art of dance, the tribal community karo has a variety of traditional dance is quite well known in North Sumatra.



Dance or in Karo language is called Landek, is one of the cultural values that need to be preserved as one of the wealth of cultural heritage. In order to introduce the traditional dances of Tanah Karo, North Sumatra, we summarize the following five Folk Dance Karo North Sumatra:
 

1.Tari Piso Surit

Piso Surit dance is one of the traditional dances of community Batak Karo in North Sumatra. This dance includes a welcome dance which is usually displayed in groups by male and female dancers. Piso Surit dance is one of the traditional dances are well known in North Sumatra, particularly in Karo region as a region of origin. This dance is often featured in various events such as the great guest reception, custom events, and cultural events.
Tari Piso Surit dari Sumatra Utara
Tari Piso Surit dari Sumatra Utara
Not a lot of resources that explain about the origin and history of this Surit Piso dance, so it still can not be known with certainty. But from some sources that exist, Piso Surit dance is a dance that grow and develop in society Batak Karo in North Sumatra. The name of this dance is taken from the word "peso surit" that in Karo Batak society is a kind of bird that loves to sing.

As described previously, Piso Surit dance is a kind of welcome dance or dance reception. So this dance functioned as a dance to welcome guests or the guest of honor who came there. When viewed from the movement, dance Surit Piso describes someone who is waiting for her lover. The wait is depicted as a bird piso surit which reads as if calling.

Piso Surit dance is usually displayed as a group of dancers male and female dancers. But there are also only featuring female dancers only. For a number of dancers usually consists of five pairs of dancers or more, depending on the respective groups and events will be hosted. In the show, the dancers using traditional clothing and dancing to the strains of music accompanied by tradisioal.

Movement in Dance Surit Piso is very typical. His movements tend to be graceful and many parts as is done repeatedly, though in fact different. The movement of which is the movement of the foot toes, rotating movement, melentikan fingers up and down movement, and other movements. When considered good any movement in the dance would have a special meaning in it.

In the show, Dancing Piso Surit usually accompanied by the strains of traditional music such as gongs, harps and typical gedang Karo. While the rhythm dimaikan the song "piso surit" which became his trademark. Piso surit tune tend to have a slow tempo, so it is appropriate to run movement in the dance.

Costumes used for the dancers in this dance performance Piso Surit Karo usually is customary fashion, complete with "uis" or unique fabric Karo. For male dancers usually wearing long shirts and trousers. As well as the typical Karo uis or cloth used as gonje (sarong), crown, shawl (uis nipes) and benting (belts). While the female dancers usually wear kebaya and various uis charged as abit (long cloth below), hoods (headgear) and scarves.

In its development, Dancing Piso Surit still continue to be preserved and developed until now. Various creations and variations are often done as a development of this Surit Piso Tari to look attractive, but does not eliminate the hallmark and authenticity. Piso Surit dance is also still frequently featured in a variety of traditional events such as the great welcoming guests, weddings and other traditional events. Additionally, Dancing Surit Piso These are often displayed in a variety of cultural events such as art shows, cultural festivals and tourism promotion.

2. Gundala-Gundala

Gundala-Gundala is a traditional attraction in Karo Regency Society by using the "mask" of wood. Gundala-Gundala in the past performed in the festival "wari ndilo udan" (bring rain) in the long dry season (in some villages are still carried out until now). At first this attraction displayed in the Village Seberaya tells legends / fairy tale Gurda the auger. In the past in the Karo highlands communities living in harmony and peace led by a king called "Sibayak".

The king has only one offspring is a girl. Son of the king is treated as a lady who is very spoiled princess king with a number of maids who are always ready to serve. As adults, the princess married a young man of valor, a eunuch who was serving as captain of the guard. After marriage, the royal guard was given a new role as Commander of the Kingdom.

One day the king invited the commander to hunt in the dense forest. Amid the jungle, the group met with a giant bird, a bird that is very powerful incarnation of a hermit named Gurda Augers mandraguna magic. Bird Gurda auger unlike other animals, he is able to speak like a human being. At the time of the King and his army delegation met with these birds, bird Gurda Augers greet greeting the king as he showed his respect, making the King and Commander-in-law of the Kingdom of sympathetic and invited him home to live in the Palace of the King accompanied the princess.

Day-to-day life of the princess who accompanied Gurda auger increases cheerful and happy, because at the time commander of the kingdom of her duties out of the area, Gurda Augers able to entertain the princess and be able to provide perfect protection, because birds incarnation ascetic magic is not only resilient in the world martial arts, but also a powerful ward off all kinds of poison, spells, hexes, including black magic.

The other side of this giant bird magic is a taboo that has disumpahkannya long ago that backs beak-shaped hood that is a symbol of honor should not be held or touched by anyone.

One time, while the princess fun joking with this auger Gurda, accidentally princess holding of Gurda auger half right on the hood of a bird's beak, cash only giant bird is furious and does not show a friendly attitude and cranky.

Knowing this situation, the commander of the king her husband tried to persuade Gurda auger by "stroking" the bird's beak, and again half of the hood so the honor of the bird kerkena caress commander. Ignorance Commander of the king on the character and nature of Gurda Augers make repeated occurrence of the anger, because half of Gurda auger hood back stroked, but that's considered a bird as a form of harassment that is very painful.

Gurda auger became angry, with red eyes and hairs standing on end, he did strike and blow towards the commander, the commander is no less swiftly, as a real man brave and powerful mandraguna he did not want to be embarrassed by a bird. The longer the second fight of this powerful champion grew fierce moves using high levels, even using the punch power over long distances. The fight is fierce persisted for several days, many buffalo killed by a blow distance misdirected and trees uprooted as a result of the second battle the winner of this and yet there are those who show signs of willing to surrender, but in some sessions, it appears that the Commander somewhat overwhelmed strike a blow that accompanied kebasan wing resulted in a tornado.

Seeing that this fight has been causing anxiety for the whole country, the king ordered the guards to help commanders to distribute power in remotely without the knowledge of the commander, consequently Gurda auger could not hold a collection of power in the hit, and at the same time, the commander landed a a hard blow to the lower jaw of the bird with the power that can break the jawbone of a giant bird, the result of the Gurda-auger slammed into the ground hit by deadly section of the base of the jaw.

Of the termination of this battle then the princess could explain to him the commander empire that actually Gurda-auger had told him about the hood beak-like beak Hornbills this, that bird Gurda Augers this honor and power centers mystical in hood beak and should not be touched by anyone also either intentionally or unintentionally. If the hood is part toyed with, then this bird definitely going berserk because it is influenced by its mystical power at half the hood. Then realized that the battle and the death of a giant bird is not supposed to happen if only the commander always knew about the hood part.

What about to say, like the proverbial "Rice Porridge Became" the Gurda Augers cheerful and resilient mighty have fallen in the hands of the Commander. Gurda death auger honored as the death of a hero and the entire palace in mourning, the people mourn even the "Today" suddenly clouded and tears in her a sign of mourning, deraspun rain swept across the country.

3. Dance Baka

Baka Dance is a traditional dance Karo tribe community. This dance depicts a psychic / smart people who are healing the sick. It is associated with the custom of the karo in ancient times, people in the Karo highlands still rely psychic or paranormal. Almost all the existing problems submitted to a psychic or paranormal. Particularly of illness, people would take to the smart people to be healed. In the process of healing psychic or paranormal using a basket and a special bowl to place medicinal herbs.

4. Stick Dance

Traditional Dance from Tanah Karo which one describes the beliefs of their spirits would Karo, Karo people still believe in the magical powers and spirits that will bring negative things in human life. In some cultural activities, people who have occult are still critical to connect with spirits. Stick dance illustrates how humans have occult away the evil spirits that go to somewhere in the countryside. The Humans using a special stick called stick and stick panaluan angels.

5. Dance Ndikkar


Ndikkar dance more commonly known as a martial dance or martial arts-style halibut Tanah Karo, North Sumatra. Ndikkar a defense of traditional Karo or Pencak Silat that grows and develops together with the cultural community Karo. Ndikkar have characteristics: a movement so slow and gentle, but at certain moments the dance moves will look hard and fast. Particularly the Karo people, they learn Pencak Silat only for their own self-defense. At this time Ndikkar more serves as a means of public entertainment.


Hopefully this article can be useful, if there is to be added in order to be more complete, please write in the comment column.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...