|
Tari Topeng Cirebon |
LATAR
BELAKANG
Indonesia
memiliki berjuta kebudayaan yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Mulai dari
ujung barat (sabang) sampai ujung timur (merauke), Indonesia mempunyai
kebudayaan yang berbeda dengan negara lain dan mempunyai kekhasannya tersendiri
pada setiap daerahnya.
Dalam
perkembangan di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon memperoleh dan memiliki
penampilan yang khas, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan
atau Dinaan. Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di
Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari
memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon
yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa
di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran
ini sangat sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat
kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya
walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya
sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan
cara diplomasi kesenian. Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai
sosial yang mengandung pesan-pesan tersembunyi, karena unsur-unsur yang
terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang diartikan sangat menuju
tentang aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Yang
meliputi aspek kehidupan adalah seperti kepribadian, kebijaksanaa,
kepemimpinan, cinta bahkan dapat menggambarkan perjalanan hisup manusia sejak
dia dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng dapat dijadikan media
komunikasi untuk dimanfaatlam secara positif. Pada masa Cirebon menjadi pusat
penyebaran Agama Islam, Sultan Cirebon Syekh Syarif Hidayahtulah yang juga
seorang anggota Dewan Wali Songo yang bergelar Sunan Gunung Jadi, bekerja sama
dengan Sunan Kalijaga menggunakan Tari Topeng dan 6 jenis kesenian lainnya
sebagai upaya penyebaran Agama Islam sebagai tontonan dilingkungan Kraton.
Adapaun keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan, Renteng, Brai,
Angklung, Reog dan Berokan. Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari
Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja
Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan
(pengamen) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan
dengan kesenian rakyat setempat.
A. Tari Topeng Cirebon
Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional
yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang
penari memakai topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk Cirebon, telah
tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur. Pada masa
pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa.
Melalui
seniman jalanan (pengamen) seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan
kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa Cirebon
menjadi pusat penyebaran Agama Islam (zaman Wali Songo) , Syekh Syarif
Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh
Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran
Agama Islam yang juga sebagai tontonan dilingkungan keratin disamping 6 (enam)
jenis kesenian lainnya seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung,
Reog dan Berokan.
Dalam
perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan
memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal
dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng
Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai
penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda
(berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba
dan Panji.
Beberapa
orang beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang
dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik,
tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita, melainkan hanya
sekedar pertunjukan seni semata.
B. Jenis Tari Topeng Cirebon
Semua
jenis topeng ini akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang
diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut
juga Topeng Panca Wanda :
1. PANJI
PANJI
“wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari
topeng ini berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut
mereka, Panji berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji
(percaya kepada Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut,
minimalis dan lebih banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik,
Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan
tersebut adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak
gerak, seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih
banyak diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang
disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa
lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu
pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede,
oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali di Losari, para dalang topeng Cirebon pada
umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita
Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata
Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang
secara kebetulan karakternya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan
sepanjang yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya
gaya yang tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada
bagian pertama (babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di
daerah lain. Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya
benar-benar memerankan tokoh Panji.”
2.
Semba
Samba
(Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata
Pamindo, di kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya
kedua. Kata pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng
Cirebon itu sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian
(babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut
justru ditarikan pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji
Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng
Panji secara khusus, karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter
tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan
karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga
sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan
seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah
sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip
dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
3. Rumyang
Rumyang,
wajahnya menggambarkan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang
yang penuh kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang
manusia yang perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran
seorang manusia yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai
dengan nama tarinya, rumyang atau kembang kapas.
Topeng
Rumyang sewanda dengan topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari
topeng tersebut. Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun
sebagain daerah lagi menampilkannya pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini
boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut
ditampilkan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan
manusia, dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena
pertunjukan topeng itu dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui bahwa,
akhir pertunjukan wayang kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu rumyang.
Karena itulah, mengapa topeng Rumyang itu diakhirkan.
4. Patih
(Tumenggung)
Patih
(Tumenggung), topeng ini menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas,
berkepribadian, serta bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan
tarian pembuka pertunjukan dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan
erat dengan struktur pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi.
Untuk itu pendekatan teoritis
strukturalis simbolis menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol
yangterdapat di dalamnya. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari
Topeng Patih terdiri dari tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual,
unsur komunikasi,unsur gerak tari, unsur
tata rias dan busana, unsur musik
pengiring dan unsurpanggung pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada
perilaku budi luhur.
5. Kelana
(Rahwana)
Kelana
(Rahwana), topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari topeng
Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan
tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak
disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang
yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya.
Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur
tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang
belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa
dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi
dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu
Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu
Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu
mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh
Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam
cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan
sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana
dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan
kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang
ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian
kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang
disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan
sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong. Menurut Hasan Nawi,
salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap
manusia seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah
mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa
yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya
dengan topeng anak-anak.
C. ALAT MUSIK PENGIRING
1.
REBAB
REBAB
adalah jenis alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad
ke-8 dan menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari
Afrika Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa
varietas sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di
tanah, dan dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun
terdapat versi yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai
robab atau rubab).
Ukuran
rebab biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu
membran seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang.
Ada leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga
senar. Tidak ada papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di
pangkuan atau di lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab,
meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat
terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak
dunia Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak,
Joza, yang memiliki empat senar.
2. GAMELAN
Gamelan
adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang,
dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana
merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata
Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan
terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai
jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa
lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
3. GENDER
Gender
adalah alat musik pukul logam (metalofon) yang menjadi bagian dari perangkat
gamelan Jawa dan Bali. Alat ini memiliki 10 sampai 14 bilah logam (kuningan)
bernada yang digantungkan pada berkas, di atas resonator dari bambu atau seng,
dan diketuk dengan pemukul berbetuk bundaran berbilah dari kayu (Bali) atau
kayu berlapis kain (Jawa). Nadanya berbeda-beda, tergantung tangga nada yang
dipakai. Pada gamelan Jawa yang lengkap terdapat tiga gender: slendro, pelog
pathet nem dan lima, dan pelog pathet barang.
4. KECAPI
SULING
Kecapi
suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan
populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik, kecapi dan
suling
5. GONG
Gong
merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak
lagi perajin gong seperti ini.
Gong
yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk
setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong
dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
KESIMPULAN
Sebagai
hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung
pesan–pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya
mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek
kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi
aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta
bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak
dilahirkan hingga menginjak dewasa. Semoga kesenian ini tetap ada karena banyak
hal yang bisa kita dapatkan dan pelajari dari tarian ini. kata Sujana Arja,
salah seorang maestrotari topeng Cirebon dalam percakapan dengan Kompas belum
lama ini. Hal itulah yang tetap dicoba oleh tarian topeng Cirebonan sebagai
bentuk khas kesenian asli Cirebon. Hingga saat ini, kesenian itu jatuh bangun
mempertahankan keasliannya. Ironisnya, beberapa aliran atau gaya turunan tari
topeng Cirebon hampir punah, bahkan beberapa di antaranya sudah punah. Sebagian
seniman dari aliran tari topeng Cirebon ada yang mencoba mempertahankannya.
Sering kali mereka dianggap kuno. Bahkan, beberapa maestro yang masih eksis,
hidupnya pun jauh dari layaknya seorang maestro seni.
Semoga
Artikel ini dapat bermanfaat, jangan lupa follow, like, share dan koment
artikel ini. Terimakasih.
Sumber
: 1. http://maolanasaidi.blogspot.co.id
2. chibakuadsense.blogspot.com